zhenfozong web

Sejarah kasogatan

Kasogatan adalah kelompok Tantrayana yang pertama lahir di masa kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia yang dipelopori oleh mendiang Biksu Ashin Jinnarakitta Mahathera  pada tahun 1953-6. Dipelopori oleh mendiang Romo Giriputra Soemarsono dan Romo Dharmesvara Oka Diputhera, Kasogatan lahir dari dorongan hati nurani untuk menggali kembali khazanah agama Buddha yang pernah jaya di Nusantara, yakni pada zaman keprabuan Majapahit, zaman kedatuan Sriwijaya, serta pada zaman Mataram purba.  Puncak kejayaan agama Buddha di tanah air terekam pada candi Borobudur yang merupakan salah satu monumen keajaiban dunia, Candi Muaro Jambi tempat Yang Arya Atisa Dipamkara mendalami Ajaran Bodhicitta dari  Guru Agung Suvarnadvipa Dharmakirti, dan candi-candi Buddha lainnya.

Romo Oka Diputhera menceritakan pengalamannya dan memaparkan:“Menggali khasanah agama Buddha nenek moyang kita, bukan berarti kita hendak mengambil abunya, tetapi kita berusaha mengambil apinya, yang bagi kami merupakan suatu panggilan karma, yang akan kami upayakan untuk mewujudkannya dalam kenyataan. Dengan motivasi spiritual ini, Romo Giriputra Soemarsono dan Romo Dharmesvara Oka Diputhera telah bertekad untuk menemukan kembali agama Buddha yang berkepribadian Indonesia, agama Buddha yang kami gali dari tanah Buddha Nusantara. Cita-cita kami tersebut, telah kami wujudkan dengan membentuk sebuah majelis agama Buddha yang kami namai Majelis Dharma Duta Kasogatan Indonesia pada tahun 1976.”

Istilah Kasogatan mempunyai hakekat dan sejarah penting dilihat dari segi kepribadian bangsa, karena digunakan pada zaman Majapahit untuk menyebut Ke-Buddha-an. Kasogatan berasal dari kata Sugata, yaitu salah satu gelar maha agung Sang Buddha, yang berarti yang berbahagia.  Dalam keprabuan Majapahit, penasehat agung Maharaja Hayam Wuruk dari Agama Buddha bergelar Dharmadhyaksa ring Kasogatan, sedangkan dari Agama Siwa disebut Dharmadhyaksa ring Kasewan.  Ajaran agama Buddha (Kasogatan) yang berkembang di Nusantara masa itu terangkum dalam kitab suci Sanghyang Kamahayanikan yang memadukan aliran Buddha Tantrayana dan Mahayana yang dianut oleh nenek moyang kita dalam satu panunggalan yang utuh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *