Eko Madawanto (32) berbicara lirih melalui pengeras suara kepada ratus peserta Jambore ke-2 Ikatan Muda Mudi Zhenfo Zong Indonesia (IMZI). “Buka handphone Anda dan kirimlah pesan kepada diri Anda sendiri. Atau bagi yang tidak dapat melakukannya, kirimlah kepada nomor orang lain yang tidak mungkin membacanya,” pintanya, menciptakan awal yang penuh intrik dan kekayaan emosi.
Sesi renungan malam dimulai pada pukul 21.30 WIB, membawa peserta Jambore IMZI dari keseruan ceria ke kedamaian batin. Eko Madawanto dengan cermat membangun suasana dengan serangkaian pertanyaan reflektif yang menggugah pikiran. Pertanyaan-pertanyaan ini, meski sederhana, mampu menciptakan momen emosional yang mengubah suasana menjadi keharuan yang mendalam.
“Pertanyaan itu untuk mengingatkan teman-teman yang ikut renungan ke orang tua mereka,” kata Eko dengan lembut. “Saya paham bahwa ada yang orang tuanya tidak lengkap, bahkan ada yang terpisah jarak darinya. Intinya, di mana pun Anda berada, cukuplah untuk mengenang orang tua. Kalau Anda merasa lelah, di rumah mungkin ada yang lebih lelah.”
Dalam suasana hening penuh rasa haru, Eko membawa peserta untuk merenungkan kelestarian Buddha Dharma. Menurut Eko, saat ini ada kecenderungan penurunan jumlah pemuda Buddhis di berbagai vihara. Eko mengajak para pemuda untuk merenung tentang kembali mempertimbangkan pilihan agama mereka, sambil menghormati pengorbanan yang telah dilakukan orang tua dalam mewariskan ajaran Buddha Dharma.
“Tujuan besar acara ini adalah untuk memperkuat akar srada (keyakinan) generasi muda Budhis kita. Selama ini, umat Buddha yang dari lahir sudah buddhis, kebanyakan tidak serius mempelajari Buddha Dharma. Jadi pesan yang ingin saya sampaikan adalah pelajari ajaran agama orang tuamu dulu. Sesepuh kita dulu, untuk bisa belajar Buddha Dharma penuh perjuangan” lanjut Eko.
Membangun Keberhasilan Vihara Vajra Bumi Satya Dharma Viria di Dusun Lamuk
Eko Madawanto merupakan pengurus Majelis Agama Buddha Zhenfo Zong Indoneia bidang kepemudaan. Keterlibatan Eko dalam membangun semangat kebersamaan pemuda Buddhis, khususnya di Dusun Lamuk, Desa Kalimanggis, Kec. Kaloran, Temanggung bisa dibilang berhasil.
“Di Lamuk kami ini mayoritas, kami akarnya cukup dalam meskipun pohonnya tidak besar. Sedangkan yang lain akarnya tidak dalam, mereka juga banyak gangguan. Dalam pertemuan-pertemuan seperti ini (jambore), teman-teman Lamuk cukup santai, karena di komunitas sendiri sudah kuat. Semangat ini yang ingin kami tularkan melalui kegiatan jambore ini,” kata Eko.
Lamuk, dengan segala keunikannya, menjadi suatu anomali di tengah tren penurunan jumlah umat Buddha di beberapa vihara, baik vihara di bawah binaan Majelis Tantrayana maupun vihara di bawah binaan majelis lain. Di sini, anak-anak muda Buddhis dapat dengan bebas menggali kreativitas mereka, termasuk menari di dalam vihara dan menyelenggarakan acara-acara yang mendukung generasi mdua Buddhis.
Eko mengamati dengan penuh perhatian bahwa di Lamuk, orang tua memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka untuk berkembang tanpa adanya pembatasan dalam aktivitas di vihara. Atmosfer yang tercipta pun menjadi santai dan mendukung generasi muda buddhis, dengan fokus pada budaya dan kebersamaan di dalam komunitas.
Kunci Sukses Lamuk: Regenerasi dan Budaya yang Berimbang
Yang patut dicatat adalah bahwa di Lamuk, aktivitas anak-anak muda tidak hanya dianggap sebagai bentuk regenerasi semata. Sanggar yang mereka bentuk menjadi pengikat yang kuat bagi pemuda, dan vihara memberikan fasilitas untuk mendukung inisiatif kreatif mereka, seperti merancang desain sembahyang mereka sendiri atau menyelenggarakan acara-acara tradisional.
Eko menekankan bahwa di Lamuk, pendekatan orang tua terhadap anak-anak mereka lebih terbuka, tanpa membatasi aktivitas mereka dalam batasan tertentu. Pendekatan ini menciptakan keseimbangan yang tepat antara penghargaan terhadap ajaran Buddha Dharma dan memberikan kebebasan bagi pemuda untuk berkembang secara kreatif.
Kesuksesan Vihara Vajra Bumi Satya Dharma Virya di Dusun Lamuk dapat dijadikan inspirasi bagi vihara lain untuk memperkuat regenerasi, mempertahankan budaya, dan merangkul pemuda Buddhis agar tetap teguh pada ajaran agama Buddha. Keberhasilan ini bukan hanya menciptakan suatu tonggak penting, melainkan juga memberikan harapan terhadap kelangsungan dan perkembangan agama Buddha di Indonesia.